Latar Belakang Tragedi Bom Surabaya
Aqiella Nadya Shafwah, calon siswa Sekolah Polisi Wanita Lembaga Pendidikan dan Latihan (Sepolwan Lemdiklat) Polri, menangis saat di umumkan lolos seleksi rekrutmen Bintara Polri Tahun Anggaran 2024. Dia memeluk sang ayah, Ipda Ahmad Nurhadi anggota polisi korban peristiwa Bom Surabaya 2018, yang hadir di sidang akhir pengumuman seleksi Bintara Polda Jawa Timur (Jatim). Tragedi bom Surabaya yang terjadi pada tahun 2018 meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia, khususnya warga kota Surabaya. Serangkaian aksi terorisme yang di lakukan oleh kelompok radikal ini mengguncang ketenangan dan keamanan kota, serta menimbulkan ketakutan yang meluas. Peristiwa tersebut terjadi di tiga gereja berbeda, yaitu Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, GKI Di ponegoro, dan GPPS Arjuno, dalam rentang waktu yang singkat pada pagi hari tanggal 13 Mei 2018.
Motivasi untuk bergabung dengan Polri datang dari keinginan kuat untuk melindungi dan melayani masyarakat, sebuah panggilan yang ia rasakan sejak tragedi bom tersebut. Meskipun menghadapi berbagai rintangan, termasuk trauma psikologis dan tekanan sosial, ia terus berjuang dengan gigih. Proses seleksi yang ketat tidak menghalangi semangatnya; sebaliknya, setiap tantangan di jadikannya sebagai batu loncatan untuk menunjukkan kemampuan dan komitmennya.
Aqiella mengatakan saat itu dia sekeluarga merasakan kepedihan mendalam atas peristiwa yang di alami ayahnya. Namun ketabahan serta semangat Ipda Ahmad Nurhadi melanjutkan hidup menjadi kekuatan dan motivasi Aqiella untuk melanjutkan tugas ayahnya sebagai abdi negara.
Kisah ini menekankan pentingnya ketekunan dan semangat untuk meraih mimpi, meskipun pernah mengalami tragedi besar. Anak korban bom Surabaya ini tidak hanya berhasil lolos rekrutmen Polri, tetapi juga menjadi simbol harapan dan inspirasi bagi banyak orang. Perjuangannya mengajarkan kita bahwa dengan tekad dan dukungan yang tepat, tidak ada rintangan yang tidak bisa diatasi.